ENERGITRANSFORMASI.ID, JAKARTA – Peraturan terkait penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap masih menjadi pertanyaan. Hingga masuk di akhir dalam semester I, tahun 2023 ini pemerintah masih menggodok Peraturan Menteri (Permen) untuk dilakukan revisi.
Terkait Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap, pelaku usaha PLTS Atap yang tergabung dalam Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menyatakan belum cukup puas terhadap sejumlah poin dalam revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap tersebut
Ketua Umum AESI, Fabby Tumiwa menjelaskan secara keseluruhan perubahan Permen ESDM No 49 Tahun 2021 tidak ideal untuk pengembangan PLTS Atap di Indonesia. Setidaknya, AESI menyoroti dua poin revisi yang dinilai cukup memberatkan pelaku usaha.
“Walaupun tidak sepenuhnya menghambat tapi perubahan ini berpotensi memperlambat pertumbuhan PLTS Atap yang bisa jadi andalan pemerintah mencapai target bauran energi terbarukan 23% di 2025 dan 34% di 2030 sesuai target JETP,” seperti dilansir dari Kontan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana sempat mengungkapkan, dalam revisi ini nantinya akan diatur mengenai aturan ekspor listrik dari PLTS Atap, di mana listrik yang dihasilkan oleh konsumen tidak boleh dijual ke PLN.
Menurut Dadan, kelak listrik yang diproduksi oleh konsumen melalui PLTS Atap, tidak akan bisa diekspor atau dijual ke PLN.
"Dari awal juga regulasi PLTS Atas tidak mengatur jual beli ke PLN. Revisi Permen diarahkan untuk semaksimal mungkin pemanfaatannya di konsumen, misalkan di industri. Jadi nanti tidak ada pengaturan ekspor impor dengan PLN," ungkap Dadan dilansir dari CNBC Indonesia.
Adapun, dalam Permen ESDM 26/2021 disebutkan pada Pasal 6 poin 1 bahwa "Energi listrik Pelanggan PLTS Atap yang diekspor, dihitung berdasarkan nilai kWh Ekspor yang tercatat pada Meter kWh Ekspor-Impor dikali 100% (seratus persen)".
Nantinya revisi Permen ESDM 26/2021 akan menghapus pasal 6 dalam Permen itu. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Dadan, dia mengungkapkan revisi Permen 26/2021 akan menghapus substansi perihal ekspor-impor listrik ke PLN dari PLTS Atap.
Executive Vice President of Energy Transition and Sustainability PLN Kamia Handayani mengatakan, pihaknya akan selalu mendukung dan mengikuti regulasi yang saat ini tengah digodok pemerintah tersebut. Pasalnya, apa yang dilakukan pemerintah saat ini yakni dalam rangka melakukan keseimbangan di antara aspek keandalan (reliability), keterjangkauan harga (affordability), dan keberlanjutan (sustainability).
"Bagaimana ketiga aspek ini seimbang dari sisi keandalan, bahwa ini harus terjangkau dan ini harus memiliki sustainability bagaimana bisa memperbaiki kondisi lingkungan saat ini dan ke depan," ungkapnya.
Di sisi lain, PLN saat ini juga telah menyiapkan agenda bisnis untuk menangkap peluang pemanfaatan energi surya atap yang semakin masif. Salah satunya, melalui transformasi organisasi dengan membentuk sub holding Icon+ yang bergerak di bisnis beyond KWH atau non listrik.
"Jadi proses bisnisnya gak hanya jual listrik, tapi ke bisnis lain yang menghasilkan revenue (pendapatan) di luar penjualan listrik," kata dia.
Melalui, Icon+ ini perusahaan juga akan turut terjun ke bisnis PLTS Atap yang digadang-gadang bakal masif ke depannya. Oleh sebab itu, saat ini pihaknya terus melakukan berbagai kajian untuk mempersiapkan bisnis di luar penjualan listrik.
"PLTS juga menjadi bagian proses bisnis di Icon+ mereka saat ini. Icon terus melakukan berbagai kajian dan invasi bagaimana bisnis ini bisa sustainable, jadi tidak hanya bisa dilakukan, tapi suatu bisnis yang membutuhkan semua pihak," katanya.
Seperti diketahui, dalam revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap, salah satu substansi yang direvisi adalah mengenai aturan ekspor dan impor listrik dari konsumen ke PLN.
Terdapat beberapa hal yang menjadi substansi utama dalam Revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap.
Pertama, kapasitas PLTS Atap yang sebelumnya dibatasi 100% daya langganan, ke depannya tidak diberikan batasan sepanjang mengikuti kuota pengembangan PLTS Atap. Kuota ini akan disusun oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) dan ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
Kedua, nilai kelebihan energi listrik dari sistem PLTS Atap Pelanggan ke Jaringan Pemegang IUPTLU ke depannya tidak diperhitungkan. Ketiga, permohonan menjadi Pelanggan PLTS Atap ke depannya dilakukan pada periode yang lebih teratur yaitu bulan Januari dan Juli.
Keempat, biaya kapasitas (capacity charge) yang sebelumnya dikenakan kepada pelanggan industri, ke depannya tidak akan dikenakan kepada seluruh kategori pelanggan. Kelima, kepada Pelanggan PLTS Atap eksisting masih tetap diberlakukan ketentuan peraturan sebelumnya dengan jangka waktu selama s.d. 10 tahun sejak PLTS Atap beroperasi.