Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Teguh Setyabudi
ENERGITRANSFORMASI, JAKARTA - Perubahan iklim menjadi ancaman besar bagi kehidupan dan pembangunan global, di mana salah satu pemicunya adalah emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Dampak yang paling dirasakan manusia saat ini yaitu udara bumi yang menjadi lebih tidak nyaman dari sebelumnya.
Mengenai masalah-masalah krusial yang sedang dihadapi saat ini, pemerintah terus berupaya menurunkan emisi GRK melalui beberapa langkah strategis, diantaranya; melakukan pengembangan energi terbarukan, pelaksanaan efisiensi energi, konservasi energi, serta penerapan teknologi energi bersih.
Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Teguh Setyabudi mengatakan bahwa, untuk memenuhi komitmen penurunan emisi GRK tersebut, pemerintah telah mempunyai landasan hukum untuk operasionalisasinya yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Sub Bidang Energi Baru Terbarukan.
Sebagaimana diketahui, Perpres tersebut merupakan inisiasi dari Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri. “Alhamdulillah setelah kurang lebih 2 tahun berproses, pada tanggal 26 Januari 2023 Bapak Presiden telah menandatangani Perpres ini untuk dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang ESDM di daerah,” kata Teguh Setyabudi saat memberikan sambutan dalam kegiatan sosialisasi Perpres tersebut di Arya Duta, Jakarta, (22/02/2023).
Pada prinsipnya, Perpres dimaksud berisi pengaturan tentang penguatan kewenangan Daerah Provinsi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral sub bidang energi baru terbarukan.
Perpres ini juga diharapkan dapat mendukung pelaksanaan RUED (Rencana Umum Energi Daerah) yang merupakan dokumen rencana pembangunan jangka panjang daerah di sektor energi, di mana di dalamnya telah ditetapkan besaran target indikator porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi yang pencapaiannya menjadi tanggung jawab daerah.
Perpres ini disusun sebagai bagian yang tak terpisahkan dari upaya untuk mendukung kebijakan transisi energi, yang dalam beberapa kurun waktu terakhir ini telah menjadi isu strategis baik di tingkat nasional maupun di tingkat global.
Secara umum transisi energi dimaknai sebagai jalan menuju transformasi sektor energi global dari berbasis fosil menjadi nol-karbon pada paruh kedua abad ini.
“Transisi energi pada prinsipnya ditandai oleh adanya pergeseran sektor energi global dari sistem produksi dan konsumsi energi berbasis fosil yang meliputi minyak, gas alam, dan batu bara ke sumber energi terbarukan seperti angin, matahari, serta serta air,” ujarnya.
Di Indonesia sendiri, lanjut Teguh, sektor energi merupakan kontributor emisi terbesar kedua setelah sektor lahan dan hutan, dan diproyeksikan akan menjadi kontributor utama apabila laju pertumbuhan emisinya tidak diintervensi.
Teguh menginformasikan bahwa, data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang disampaikan dalam forum Rapat Koordinasi Teknis Perencanaan Pembangunan Tahun 2022, tercatat hingga akhir tahun 2021 indikator porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi baru mencapai 12,16% dari target 23% pada tahun 2025.
Hal ini menunjukkan masih adanya gap sebesar 10,84% yang harus diupayakan pencapaiannya pada Tahun 2025.
“Oleh karena itu melalui penguatan kewenangan daerah provinsi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang ESDM Sub Bidang Energi Baru Terbarukan, diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan yang lebih optimal dalam upaya pencapaian target pembangunan nasional di sektor energi khususnya target indikator porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi sebagai bagian dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca,” ungkap Dirjen Bina Bangda Kemendagri.