Prof. Nila Moeloek Menkes Periode 2014-2019 saat memberikan pemaparan terkait kasus stunting di tanah air. |
ENERGITRANSFORMASI, JAKARTA - Meskipun pemerintah gencar memprioritaskan penanganan stunting, namun pemahaman masyarakat terhadap isu ini tampaknya belum memadai. Penelitian Health Collaborative Center (HCC) mengidentifikasi bahwa terdapat 4 pemaknaan stunting yang tidak tepat, kontradiksi daya beli pada pangan bergizi serta perilaku makan.
(1) responden mempersepsikan bahwa anak tidak rentan terkena stunting pada kehamilan yang kurang gizi, (2) responden tidak mempercayai bahwa bayi dengan berat lahir rendah rentan terkena stunting, (3) responden tidak percaya stunting menghambat perkembangan otak atau kognitif anak, dan (4) stunting dianggap tidak berhubungan dengan pola asuh orang tua.
Sebanyak 95% responden yang terlibat pada penelitian ini pernah mengetahui stunting dan 98% diantaranya percaya bahwa stunting terjadi di Indonesia. Ketika mendapatkan informasi tentang stunting, responden merasakan khawatir, takut dan sedih. Sejalan bahwa responden merasa terancam dengan adanya stunting. Namun 50% responden masih merasa lebih terancam dengan covid-19 dibandingkan dengan stunting.
Masyarakat mempercayai bahwa stunting berkaitan erat dengan kehidupan keluarga (1032 dari 1599 atau 65%). Namun, masyarakat tidak mempercayai bahwa stunting dapat disebabkan oleh pola asuh orang tua kepada anak (1014 dari 1646 atau 62%).
Masyarakat lebih mempercayai bahwa stunting disebabkan karena asupan makanan dan minuman yang diberikan kepada anak (900 dari 1650 atau 54,5%). Di lain sisi, masyarakat juga berpendapat bahwa anak rentan terkena stunting karena keluarga tidak mampu membelikan pangan yang bergizi (858 dari 1648 atau 52%).
Kondisi tersebut sejalan dengan perilaku pengaturan makan di keluarga yang mana lebih memilih memasak daripada membeli makanan untuk keluarga (1589 dari 1663 atau 95%).
Persepsi masyarakat tersebut juga dibuktikan dengan pemahaman masyarakat bahwasanya penyebab utama terjadinya stunting adalah pola makan, kemiskinan dan pengetahuan terkait stunting. Sejalan dengan pemahaman responden tentang perilaku yang dianggap dapat mencegah stunting yakni mengatur pola makan yang seimbang untuk anak dan mencari tahu tentang stunting.
Menurut Menteri Kesehatan 2014-2019, Prof. Nila Moeleok menyampaikan, bahwa pengetahuan dan perspektif atau pemaknaan masyarakat adalah kunci keberhasilan intervensi stunting. "Itu sebabnya peningkatan kapasitas pengetahuan Kesehatan terutama terkait stunting perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan semua pihak, agar target 14% penurunan stunting dapat tercapai," ujarnya, Rabu 13 Desember 2022.
Dalam mencegah stunting, masyarakat menganggap bahwa ini adalah peran dari masing-masing keluarga dengan tentunya dukungan penuh dari pemerintah. Kepercayaan masyarakat terhadap hal ini menjadi peluang baik bagi pemerintah untuk dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku yang tepat pada upaya pencegahan stunting.
Masyarakat menilai bahwa peran yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah upaya terkait dengan edukasi tentang gizi dan stunting serta pola makan yang tepat, memastikan ketersediaan bahan makanan bergizi serta menyediakan layanan Kesehatan untuk anak yang dapat terakses.
Masyarakat memiliki harapan penuh terhadap pemerintah untuk dapat menyediakan lingkungan yang mendukung dan memampukan masyarakat untuk memiliki persepsi yang tepat dan berperilaku positif.
Secara khusus, kelompok masyarakat perempuan yang berpartisipasi pada penelitian ini menilai bahwa pengasuhan Kesehatan anak seharusnya adalah tugas kedua orang tua, ibu dan bapak yang perlu dilibatkan pada program-program Kesehatan di posyandu maupun puskesmas. Sebagaimana disebutkan bahwa masyarakat paling banyak mengetahui tentang stunting dari bidan.