AKURATNEWS – Langkah strategis diambil pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng. Salah satunya, dengan
menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) hingga
menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 33 Tahun 2022 Terkait
Tata Kelola Program
Minyak Goreng Curah
Rakyat (MGCR).
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan
(Kemendag) Dr Kasan mengatakan program yang disingkat MGCR ini, dilaksanakan dalam rangka menyediakan
minyak goreng curah kepada masyarakat sesuai
Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan. Dalam hal ini minyak goreng curah sebesar Rp14.000
per liter atau Rp15.500/kg.
"Tentu, tujuan daripada program ini adalah untuk
mengoptimalisasi pendistribusian minyak goreng curah dengan harga sesuai HET, sehingga
dapat diakses oleh masyarakat
di seluruh Indonesia," kata Hasan dalam diskusi daring bertema "Atur Ulang Tata Kelola Sawit" yang digelar FMB9 ( Forum Merdeka Barat 9) Rabu,
8 Juni 2022.
Kasan menyampaikan, agar program ini dapat mencapai tujuan
yang diharapkan, pihaknya melibatkan para produsen CPO sebagai pemasok
bahan baku minyak
goreng curah.
Selain itu, pihaknya juga melibatkan para produsen minyak
itu sendiri, pelaku usaha jasa logistik eceran hingga distributor.
"Lalu ada produsen minyak gorengnya sendiri, plus
pelaku usaha jasa logistis dan eceran. Juga distributor. Serta tak lupa pengecer dan eksportir dilibatkan dalam program ini," ungkapnya.
Alasanya, kata Kasan, dalam upaya optimalisasi
pendistribusian minyak goreng curah, dikaitkan dengan bagaimana menjaring
insentif bagi keberlangsungan kegiatan ekspor dari CPO
dan produk turunannya.
Bagi pelaku usaha yang ikut dalam program penyaluran minyak
goreng curah rakyat dan tervalidasi,
akan mendapatkan lima (5) kali pengajuan ekspor dan melakukan ekspor.
Kemendag memastikan kebijakan yang tertuang dalam Permendag
sebagai upaya meregulasi pasar
sehingga berjalan dengan baik. Kasan menyampaikan dibutuhkan komitmen
dari berbagai pihak yang terlibat
mulai dari produsen
CPO hingga eksportir.
"Butuh komitmen dari semua pihak yang dilibatkan mulai dari produsen
CPO, produsen minyak goreng sendiri,
lalu pelaku jasa usaha distribusi sampai pada pengecer
dan seterusnya," ungkapnya.
Untuk memastikan hal ini, Kasan menegaskan, pihaknya
melakukan validasi secara elektronik.
Di sisi distribusi hingga pada tingkat pengecer, mereka juga melakukan monitoring dan validasi berdasarkan
catatan real realisasi di tingkat pengecer yang ditujukan kepada konsumen.
"Termasuk bukti validasi
penjualan minyak goreng curah sesuai DMO/DPO ke konsumen.
Itu kita akan mendapatkan validasi dari setiap pembeli berdasarkan KTP atau NIK
yang ada di masing-masing pembeli," ujar Kasan.
Hal ini, lanjutnya, karena minyak goreng
curah ditargetkan untuk masyarakat ekonomi
kelas bawah.
Konsolidator Petani Sawit
Sementara itu, Asisten
Deputi Pengembangan dan Pembaruan Perkoperasian, Kementerian Koperasi &
UKM, Bagus Rachman
S.E., M.Ec mengatakan, pihaknya terus berkolaborasi dengan berbagai pihak. Antara lain kerjasama lintas
kementerian yang terkait langsung
dengan industri sawit.
"Di KemenKopUKM, tidak hanya bicara soal pelaku usaha
dalam hal ini para petani sawit ya, tapi bagaimana
nanti Kementerian Pertanian
juga tentunya perlu berkolaborasi dengan
kami," kata Bagus.
Bicara tata kelola
industri sawit, Bagus mengatakan, perlu
dilihat dari hulunya.
"Dari sisi tata kelola, kita bicara dari hulu. Bila
melihat data dari BPS tahun 2020, tercatat 14,58 juta hektar luas perkebunan sawit di
Indonesia," papar Bagus.
Yang menarik, menurut Bagus, dari total tersebut, terdapat
41 persen atau 6,04 juta hektar di
antaranya dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Mereka adalah petani sawit yang memiliki
lahan terpisah-pisah.
Maka dari itu, lanjutnya, kehadiran KemenKopUKM dalam
urusan tata kelola industri sawit ini, pertama dapat dipandang sebagai
konsolidator para petani sawit.
"Nah, dari sisi KemenKopUKM, kita bicara bagaimana
para petani swadaya
itu sebaiknya terkonsolidasi
melalui wadah koperasi, sehingga naik secara ekonomi," tuturnya.
Korporasi sawit adalah kebijakan untuk mewujudkan apa yang disebut
korporasi petani sawit.
Ini tujuannya untuk meningkatkan pendapatan para petani sawit.
Kedua, menurutnya, koperasi dapat berperan sebagai
agregator. Dimana hasil dari sawit dari para petani swadaya dikumpulkan di koperasi. Tujuannya
agar standarisasinya sawit tersebut akan terjaga dengan
baik.*
Kegiatan FMB9 juga
bisa diikuti secara langsung di kanal youtube FMB9ID_IKP. Nantikan
update informasi akurat,
data valid dengan narasumber terpercaya di FMB9ID_ (Twitter), FMB9.ID (Instagram), FMB9.ID
(Facebook).