BSA mengusung upaya baru untuk membatasi akses ke perangkat
lunak ilegal pada
perusahaan-perusahaan di Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam
ENERGITRANSFORMASI - Bekerja dari rumah tidak menghambat penggunaan perangkat lunak ilegal, terutama perangkat lunak kelas atas yang digunakan
dalam industri teknik, desain, dan animasi di seluruh kawasan ASEAN.
BSA | The
Software Alliance melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara terus
melanggar Hak atas Kekayaan Intelektual Perangkat Lunak (Hak KIPL). Adapun
kasus yang terjadi baru-baru ini menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan teknologi untuk
memungkinkan pekerja mengakses perangkat lunak ilegal di kantor – begitupun saat bekerja di rumah karena pandemi.
Minggu ini, Petugas Kepolisian Ekonomi dan Kejahatan Siber di Thailand melaporkan telah melakukan penggrebekan pada sebuah studio animasi di
Bangkok yang sedang membuat konten hiburan untuk platform streaming global.
Penggerebekan tersebut merupakan bentuk tindak lanjut dari laporan seorang karyawan kepada BSA.
Sementara para petugas menjalankan surat perintah penggeledahan terkait
dengan pelanggaran terhadap undang-undang hak cipta perangkat lunak, mereka
menyaksikan para pekerja dirumah mengakses komputer kantor dari jarak jauh
untuk menyelesaikan pekerjaan desain. Para pekerja menggunakan akses jarak jauh
dan perangkat lunak kendali jarak jauh
untuk mengakses versi yang diretas dari perangkat lunak ilegal. Perusahaan
memiliki 20 komputer di kantor, 15 di antaranya berisi program Autodesk Maya
tanpa izin yang digunakan untuk efek khusus pada film dan
animasi. Nilai total perangkat lunak ilegal tersebut senilai hampir $200,000.
Menurut BSA,
kasus serupa seperti "Ghost
Piracy" jarak jauh juga diyakini
terjadi di antara para profesional desain, kreatif, animasi, dan teknik di
Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam
serta negara lainnya. Eksekutif BSA
di Asia Tenggara mengatakan bahwa mereka sedang mengatur waktu diskusi dengan
pihak pemerintah di kawasan ASEAN untuk mengatasi potensi kasus ‘Ghost Piracy’,
seiring dengan kepatuhan umum terhadap hukum kekayaan intelektual perangkat
lunak dan kejahatan dunia maya.
"Seiring
dengan kerugian yang terjadi pada keamanan siber dan supremasi hukum, kami
percaya bahwa perusahaan dapat menemukan cara untuk mengakses perangkat lunak
ilegal bahkan selama pekerjaan jarak jauh," kata Senior Director BSA,
Tarun Sawney.
"Sebagai
organisasi, kami secara aktif bekerja sama dengan pemerintah di kawasan ini
untuk memastikan tingkat kepatuhan perangkat lunak yang lebih besar. Perangkat lunak ilegal tidaklah aman atau
stabil – dan tidak boleh digunakan untuk
kebutuhan
bisnis. Tidak ada kreator yang dapat membuat desain berkualitas dengan menggunakan perangkat lunak ilegal, dan terutama
ketika desain ini digunakan untuk membuat jalan, jembatan, jalur kereta api, dan infrastruktur
di Asia Tenggara, perusahaan mengambil risiko besar ketika mereka gagal
menyediakan perangkat lunak legal kepada kreatornya," lanjutnya.
Pada tahun 2020
dan 2021, pelaksanaan program BSA yang
berfokus pada perlindungan hak kekayaan intelektual perangkat lunak mengalami perlambatan karena pandemi.
Namun, BSA
melaporkan bahwa pada tahun 2022, organisasi tersebut akan kembali meningkatkan
kolaborasi dengan pihak pemerintah di kawasan ASEAN untuk menginformasikan
kepada para pemimpin bisnis tentang kewajiban mereka dalam menggunakan perangkat lunak berlisensi – serta menegakkan hukum pada
perusahaan-perusahaan yang terus menggunakan perangkat lunak ilegal.
Para
pemimpin bisnis bertanggung jawab secara pidana atas penggunaan perangkat lunak
ilegal.
Mr. Sawney
mengatakan bahwa perusahaan teknik dan konstruksi termasuk di antara perusahaan
yang paling sering dilaporkan untuk penggunaan perangkat lunak ilegal – dan
harus menguntungkan lembaga pemerintah yang
mendapatkan layanan mereka pada proyek infrastruktur
dan pembangunan nasional.
"Pemerintah
di Asia Tenggara ingin perusahaan yang membangun infrastruktur nasional
menggunakan perangkat lunak yang paling
aman,
paling produktif dari yang tersedia –
dan hal ini mengungkapkan fakta bahwa
perangkat lunak ilegal memiliki risiko
yang besar," kata Mr. Sawney.
"Seharusnya tidak ada toleransi bagi perusahaan yang menggunakan
perangkat lunak ilegal dalam pembangunan
nasional. Hal ini merupakan bisnis yang
substansial dalam memenangkan
kontrak yang menguntungkan. Jalan pintas
melalui penggunaan perangkat lunak yang diretas tidak boleh
diterima atau diizinkan," katanya.
BSA menyediakan informasi dan sumber daya bagi para pemimpin bisnis yang mencari informasi tentang
manajemen proaktif aset perangkat lunak.